Pada zaman dahulu kala, ada seorang dokter kehakiman, bernama Songci. Dalam buku karangannya yang berjudul "Xiyuan Jilu" disebutkan, bahwa seorang dokter kehakiman harus teliti dan bertanggung jawab, harus turun tangan sendiri memeriksa nyawa orang yang terluka dan meninggal.
Dia menulis: "Harus mengisi sendiri formulir data yang disediakan, tidak boleh minta diisikan pejabat. Jangan mual terhadap bau jenazah dan menjauhinya, serta membakar pewangian untuk menahan bau itu. Jangan membiarkan pejabat memberi laporan semaunya dan mengisikan formulir, sehingga menyembunyikan yang penting-penting dan yang diisi hanya yang umum saja. Banyak yang dikurangi, sedikit tambahannya."
Jika pemeriksaan tidak benar, di samping belum terungkapnya perlakuan tidak adil terhadap korban yang meninggal, muncul lagi rasa diperlakukan tidak adil bagi yang masih hidup. Karena tewasnya satu nyawa, akhirnya berakibat dua bahkan beberapa nyawa ikut melayang, ketidakadilan dan dendam-mendendam bergulir tak habis-habisnya, maka tragedi ini tidak akan berakhir selamanya. Untuk menghindari agar tidak terjadi ketidakadilan dan kepalsuan, dokter kehakiman harus langsung turun tangan sendiri untuk melakukan pemeriksaan.
Songci pernah beberapa kali menjabat sebagai hakim tingkat tinggi, ketika menjabat di penjara di Provinsi Hunan, setiap kali bertemu dengan kasus kematian yang mencurigakan, dia selalu datang sendiri ke lokasi kejadian. Setelah dia mempelajari secara intensif karya ilmu kedokteran kehakiman pada dinasti masa silam dan memadukannya dengan pengalaman sendiri, tersusunlah sebuah karya berjudul: Xiyuan Jilu (Catatan Kumpulan Ketidakadilan Hukum). Tujuannya ialah untuk menghindari terjadinya kasus salah tuduh. Setelah buku diterbitkan, buku tersebut dianggap sebagai buku teladan bidang hukum, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman, Perancis serta Jepang dengan cepat dan beredar di mancanegara.
Semangat Songci yang serius dan sungguh-sungguh dalam mengautopsi dan pemeriksaan luka-luka, memberi pengaruh sangat mendalam bagi generasi belakangan. Ada seorang hakim dari Dinasti Qing di bawah pengaruhnya, datang menyelidiki ke lokasi kejadian perkara dan berhasil membongkar sebuah kasus pembunuhan yang sangat sulit dipecahkan. Kejadiannya begini: Ada seorang mati terbunuh di sekujur tubuhnya ada belasan luka celurit.
Saat itu tidak bisa terbongkar kasusnya. Penyidik datang langsung ke tempat kejadian, diketahui bahwa almarhum sebelum meninggal pernah bertengkar mulut dengan seorang peminjam uang, ia pun lantas menyelidiki tindak-tanduk peminjam uang secara diam-diam, setelah menguasai data perkara tangan pertama, lalu memutuskan untuk menyita seluruh celurit-celurit di daerah setempat secara mendadak, bagi yang tidak menyerahkan akan diusut secara hukum.
Maka penduduk pun menuruti perintah dan menyerahkan celuritnya, semuanya terkumpul sebanyak 70-80 buah. Waktu itu sedang panas terik, salah satu celurit yang dikumpulkan itu dikerumuni banyak lalat. Lantas ditanya siapa pemilik celurit itu oleh penyidik, di antaranya seseorang mengakuinya, orang tersebut adalah peminjam uang yang sudah lewat masa janji pengembalian. Lalu ditangkap untuk diinterogasi, tapi ia melawan.
Penyidik perintahkan supaya dilihat sendiri, tak tampak ada lalat pada celurit-celurit lainnya. Sekarang masih terdapat bercak darah di atas celurit dan dihinggapi banyak lalat, mana bisa ditutup-tutupi? Maka sang pembunuh itu langsung bertekuk lutut dan mengakuinya.
Dari sini dapat terlihat bahwa pemeriksaan dan penyidikan dokter kehakiman itu sedikit pun tidak boleh terlena, serta hanya mempunyai bukti yang kuat, baru tidak sampai salah menuduh orang yang tak berdosa dan melepas penjahat; Dan juga hanya dengan bukti yang kuat itulah, sang pelaku kejahatan baru bisa mengakui perbuatan jahatnya. [Yinnihuaren.blogspot.com]
0 komentar:
Posting Komentar