Kota Bagansiapi-api dalam sejarah dunia dikenal Kota Nelayan dan terkenal sebagai pusat Industri Perikanan nomor 2 di dunia Internasional, kini nyaris terlupakan. Baganiapi-api terletak di Kabupaten Rokan Hilir, dahulu Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, di mulut muara sungai Rokan, Pesisir Timur Pulau Sumatera, menghadap Selat Malaka. Berdasarkan catatan sejarah ekspor hasil ikan laut dan hasil laut lainnya dari Bagansiapi-api mencapai 60 % dari seluruh ekspor Indonesia berupa ikan segar, ikan kering, udang kering dan hasil laut lainnya seperti terasi, pupuk dari bahan ikan, kemudian penghasil ikan laut lainnya yang cukup besar disusul oleh nelayan di laut Jawa Tengah dan Makasar. Peran Pelabuhan Bagansiapi-api dalam mengembangkan potensi perikanan menjadi Ikon Industri Perikanan Dunia dalam sejarah, bahkan menjadi faktor penentu perekonomian dunia Perikanan Internasional.
Posisi letak Bagansiapi-api yang strategis karenanya dapat dicapai dari segala arah sebagai bagian dari Propinsi Riau – Sumatera, sebelah utara dibatasi Selat Malaka dan Singapura, sebelah selatan Propinsi Jambi, sebelah barat Propinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara, dan sebelah timur oleh laut Tiongkok Selatan. Kebanyakan orang Indonesia Tionghoa tinggal di kota Bagansiapi-api, sedangkan sebagian lainnya orang Melayu, Padang, Tapanuli dan lain-lain tinggal di pinggiran Kota Bagansiapi-api.
Dari Kota Pekanbaru menggunakan jalur darat ke Bagansiapi-api diperlukan waktu 5 jam sampai 6 jam, sedangkan dari arah Kota Dumai dan Duri menuju Bagansiapi-api melalui jalur darat diperlukan waktu 2 jam atau 3 jam, bila dari Pelabuhan Bagansiapi-api ke Singapura atau Malaysia yaitu Malaka dan Kuala Lumpur menggunakan jalur laut kurang lebih 3 jam sampai 4 jam.
MULTI ETNIS PENDUDUK BAGANSIAPI-API
Orang Indonesia Tionghoa merupakan penghuni terbesar di Kota Bagansiapi-api, namun demikian masih banyak kelompok etnis lainnya yang tinggal berdekatan dengan mereka seperti orang Padang (Minangkabau), orang Tapanuli (Batak), orang Jawa dan lain-lain. Walau begitu, kehidupan rukun antar etnis dalam bingkai Negara Kesatuan RI berjalan dengan penyelarasan terus menerus antar penduduk warga yang berbeda asal suku, adat, agama dan kedaerahan serta budaya masing-masing terpelihara dengan baik. Bahasa pergaulannya yang utama adalah bahasa Hokkian, sedangkan bahasa Melayu merupakan variasi rumpun bahasa Melayu yang terdiri dari dua dialek, yaitu dialek yang digunakan wilayah kepulauan dan pesisir pantai, sementara dialek lainnya digunakan di daerah Sumatera. Perlu dicatat bahwa orang Melayu Riau tidak hanya tinggal di dataran Pantai Timur dan Pulau-pulau Riau, tetapi juga di Semenanjung Malaka dan Kalimantan Barat. Itulah sebabnya bahasa Melayu Riau menjadi bahasa perantaraan yang kemudian menjadi bahasa kebangsaan Indonesia.
Adapun orang Tionghoa di Bagansiapi-api yang 60 % orang Tionghoa Peranakan Indonesia, dan yang 10 % orang Tionghoa Totok (Singkek) ; Mayoritas orang Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api memiliki mata pencaharian utama sebagai nelayan, ada yang menjadi petani dan pedagang ; sedangkan kelompok etnis lainnya sebagai petani. Mayoritas orang Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api menjadi nelayan disebabkan latar belakang sejarah kehadiran mereka yang berasal dari Tionghoa Selatan, wilayah provinsi Fujian (Hokkian) bermukim di Bagansiapi-api sejak abad ke 18, dan secara kebetulan keahlian Nelayan mereka sangat cocok dengan kondisi alam Riau tak lepas dari kehidupan melaut, hal ini sesuai dengan kehidupan mereka akrab dengan laut. Sedangkan pertanian sangat terbatas karena tanahnya yang asam sangat sulit di olah untuk keperluan budidaya sektor pertanian, ditambah dengan kondisi teknik pertanian yang tidak efisien dan tertinggal.
POSISI NELAYAN MENGALAMI KEMUNDURAN
Hidup Peranakan Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api dari pekerjaan sebagai nelayan bukanlah pekerjaan yang ringan, karena kebanyakan mereka harus hidup berbulan-bulan melaut atau hidup di atas jelmar yaitu tempat penangkapan ikan yang terletak beberapa kilometer dari pantai atau laut, yang luar biasa jelmar nelayan Bagansiapi-api dibuat dari kayu bakau yang tahan air laut bukan dari besi seperti saat ini.
Pada pertengahan abad 18 dan awal abad 19 di Selat Malaka dan sungai Rokan banyak sekali ikannya, pada zaman itu orang Indonesia Tionghoa menggunakan cara penangkapan ikannya masih sederhana, kurang jauh dari laut dan kurang dalam menjatuhkan/memasang jalanya. Penangkapan ikan menjadi mata pencaharian pokok di Bagansiapi-api. Mereka secara swadaya dan mandiri menyiapkan kapal, layar, jala dan benang serta penerangan di laut tanpa bantuan Pemerintah atau jawatan perikanan laut pada masa itu.
Hasil ikan dari penangkapan nelayan Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api menjadi penangkapan ikan yang terbesar seluruh Indonesia dan bahkan nomor dua di dunia. Namun dari waktu ke waktu hasil perikanan semakin merosot, sekalipun laut Indonesia banyak ikannya, tetapi hasil tiap tahun semakin turun berhubung dengan alat penangkapan ikan telah kalah kompetitif, kecakapan dan keahlian nelayan pun tertinggal oleh arus globalisasi menjadi faktor pendukung kekalahan kompetisi dan terakhir pencurian ikan semakin marak oleh Negara Tetangga atau Mancanegara lainnya. Boleh dikategorikan posisi nelayan Bagansiapi-api semakin tertinggal, terisolasi dan kalah dengan kelompok pemodal mancanegara. Sekalipun usaha penangkapan ikan telah dijalankan secara turun temurun, ternyata sebagian besar nelayan telah terpinggirkan arus modernisasi perikanan, bahkan posisi miskin telah menempatkan mereka tidak berdaya. Namun pada masa itu tanah Jawa masih mendatangkan ikan kering, ikan asin dan terasi dari Bagansiapi-api.
Pada masa Penulis Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama senantiasa sepulang dari sekolah harus mencari tambahan uang untuk membiayai sekolah dengan menjajakan rokok dan barang dagangan lainnya di Pelabuhan atau di galangan kapal kayu, kadang-kadang dengan sekelompok teman berenang ketika air pasang ; Kondisi Pelabuhan Bagansiapi-api bagi Penulis sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari tempat mencari nafkah, berenang dan bermain yang sama sekali tidak diketahui teman-teman sekolah karena pergaulan Penulis lebih banyak dengan masyarakat umumnya ;
Peta situasi dan kondisi Kota Bagansiapi-api harus ditempuh melalui jalur laut atau sungai dengan menggunakan perahu kecil atau kapal tongkang atau kapal penumpang ke pelabuhan Bagansiapi-api, di masa itu belum dibuka jalur darat, yang ada pada masa itu jalur laut dan sungai sebagai alur yang dapat keluar dan masuk dari Kota Bagansiapi-api, setiap kapal atau perahu sangat hiruk pikuk berlabuh dan melalui Pelabuhan Bagan untuk bongkar muat barang-barang impor dan ekspor.
Di sepanjang pesisir dan jalan-jalan umum Bagansiapi-api dibangun rumah di atas panggung sebagai ciri khas, untuk menghindari aliran banjir air laut dan sungai maka rumah dan bangunan yang berada di dalam kota atau di tepi sungai atau pinggir laut setiap rumah dan bangunan dibangun di atas tiang yang lebih tinggi. Di daerah-daerah sungai sepanjang sungai Siak dan Rokan juga dibangun rumah rakit atau rumah di atas rakit. Selain sebagai rumah tinggal, rumah panggung dan rumah rakit juga berfungsi sebagai warung.
PEMBUAT KAPAL KAYU TERBAIK DENGAN PELABUHAN TERSIBUK DI ASIA DAN DUNIA
Untuk kepentingan perniagaan dan lalu lintas kepulauan Bagansiapi-api dan sekitarnya menggunakan perahu atau kapal penumpang atau tongkang yang dibuat dari kayu oleh galangan kapal kayu milik pengusaha Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api telah terkenal pembuat kapal kayu tongkang atau kapal penumpang atau kapal Ikan bagi usaha perikanan tangkap dan perahu dengan berbagai ukuran, dimulai dari ukuran 100 ton sampai dengan ukuran 1500 ton yang pada umumnya pemesan dan pembeli baik warga Negara Indonesia maupun luar negeri. Sejarah kepeloporan nelayan dan pembuat kapal kayu Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api mempunyai catatan sejarah panjang ; yang pada awalnya tatanan sederhana pembuat perahu, penangkap ikan dan penghuni Pulau Bagansiapi-api yang terpencil, memulai hidupnya dengan tatanan pra kapitalis, sederhana dalam struktur dan dengan kultur pembuatan kapal turun temurun mereka mampu menciptakan Pelabuhan Bagansiapi-api menjadi serbuan pelayaran kapal-kapal Internasional dan menjadi pusat perdagangan ekspor dan impor serta pusat Industri Perikanan Kedua di dunia.
Pada abad 18 dan awal abad 19 Pelabuhan Bagansiapi-api terbuka bagi lalu lintas pelayaran kapal-kapal Nasional dan Internasional sehingga menjadi tempat persinggahan, bongkar muat, ekspor impor dan menjadi jalur pelayaran perdagangan Internasional telah menjadikan Pelabuhan Bagansiapi-api sebagai kawasan yang tersibuk di asia dan dunia, lalu lintas kapal sangat ramai dan penuh hiruk pikuk di laut Selat Malaka, sepanjang sungai Rokan dan Siak, kapal-kapal tersebut diselenggarakan oleh maskapai Belanda dan Indonesia Tionghoa. Sepanjang waktu secara simultan kapal-kapal berlabuh di Pelabuhan Bagansiapi-api, untuk lalu lintas di laut peran pelabuhan-pelabuhan itu penting. Di Indonesia ada pelabuhan buatan yang bagus seperti Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Belawan. Dan ada Pelabuhan-pelabuhan Alam yang indah seperti Sabang, Cilacap, Makasar dan Dumai. Teluk bayur termasuk pelabuhan alam yang diperlengkapi. Pada pelabuhan-pelabuhan yang lain kapal-kapal berlabuh jauh dari pangkalan misalnya Pelabuhan Semarang, Tegal, Cirebon, Menado dan Buleleng.
Pada masa kecil Penulis hampir setiap saat pulang sekolah selalu berjalan mencari bahan kayu bakar dari sisa-sisa kayu pada setiap galangan pembuat kapal kayu, sambil berdagang asongan dan bila air laut pasang naik maka kesempatan itu digunakan untuk berenang bersama-sama teman kampung di sepanjang pelabuhan Bagansiapi-api. Dimasa itu banyak barang-barang impor dari Singapura dan Malaysia berupa barang elektronik Radio, buah-buahan, biskuit dan barang dagang lainnya ; Kota pelabuhan Bagansiapi-api menghubungkan Rute ke Malaka, Malaysia atau Singapura serta wilayah Nusantara lainnya : Dimasa itu dapat dikatakan belum banyak orang menggunakan radio, sistem telepon pun masih manual dengan cara putar gagang, sarana jalan pun tidak baik, transportasi darat tidak ada, komunikasi lain hanya melalui surat pos dan telegram, apalagi kendaraan motor, lebih banyak menggunakan sepeda atau jalan kaki ; sedangkan kendaraan sepeda dan kendaraan tradisionil becak yang khas sebagai sarana transportasi rakyat Kota Bagansiapi-api ; Hanya mereka yang kaya memiliki alat pemancar dan penerima siaran televisi dan radio dengan menggunakan ACCU/AKI, jumlah orang yang dikategorikan kaya hanyalah beberapa gelintir saja ; Namun demikian jaringan perdagangan dan pelayaran di Pelabuhan Bagansiapi-api telah mampu menjalin hubungan dengan dunia Internasional, posisi Bagansiapi-api yang strategis dengan hasil perikanan berlimpah-limpah yang pengaruhnya telah menyentuh seluruh kepulauan Indonesia dan Internasional.
PELABUHAN TERBESAR YANG TERTINGGAL AKIBAT MODERNISASI
Perkembangan Bagansiapi-api sebelum Perang Dunia II dikenal sebagai Pelabuhan Nelayan terbesar di seluruh Indonesia, Asia dan terbesar kedua di dunia setelah Kota Bergen di Norwegia. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa penduduk Bagansiapi-api mayoritas adalah orang Indonesia Tionghoa dan peranakan. Mereka hidup menetap dan terisolasi semenjak ratusan tahun. Banyak tidak mengingat lagi sudah berapa generasi yang menetap di Bagansiapi-api selama beberapa keturunan. Bahasa Hokkian yang digunakan juga sudah ketinggalan dan tidak berkembang seperti Hokkian yang digunakan di Propinsi Hokkian (Fujian) Tiongkok. Leluhur mereka yang datang dan menetap di Bagansiapi-api telah berhasil membangun Kota Bagansiapi-api sebagai kota mandiri yang dibanggakan di masa kolonial oleh Penjajah Belanda sebagai Kota Industri Perikanan Internasional terbesar kedua di dunia.
Setelah kemerdekaan dan menjelang berakhirnya orde lama dalam kurun waktu relatif singkat kejayaan Pelabuhan Bagansiapi-api sudah mulai mengalami proses kemunduran sebagai Kota Perikanan. Pelabuhannya menjadi Ikon Dunia Perikanan Internasional karena berada di sebelah Utara dibatasi Selat Malaka dan sebelah Timur dibatasi Laut Tiongkok Selatan; Masa kejayaan berakhir sejak tahun 1970-an yang diakibatkan oleh sungai mulai dangkal dan kering serta saat ini sebagian besar sungai telah menjadi daratan, saat ini dapat diketahui kapal-kapal pantai atau kapal-kapal tongkang lewat pada saat air pasang naikpun sudah tidak dapat merapat atau berlabuh, kapal-kapal pun mesti dipandu, sebabnya lokasi pelabuhan di Muara sungai itu mengalami pendangkalan sehingga kapal sulit merapat.
Seingat Penulis semenjak kecil di dalam buku pelajaran Ilmu Bumi – Indonesia dan Pantja Benua untuk sekolah lanjutan tingkat pertama karangan G Viriens – R.J Djojoatmodjo – terbitan J. Wolters Jakarta – Gronigen telah mencatat kejayaan Pelabuhan dan Kota Bagansiapi-api baik masa zaman penjajahan Belanda maupun setelah kemerdekaan disebutkan Bagansiapi-api Kota Nelayan dan Pelabuhan Perikanan terbesar kedua di dunia, menjadi salah satu pintu untuk keluar-masuk pelayaran dan perdagangan lintas batas Negara. Dengan pelabuhan Bagansiapi-api berada di jalur pelayaran dan perdagangan Internasional, ketika itu pusat perdagangan di Asia Tenggara di pegang oleh Malaka, sehingga Pelabuhan Bagansiapi-api pun menjadi salah satu pilihan kunjungan banyak kapal-kapal asing singgah baik untuk istirahat maupun mencari hasil perikanan terutama ikan terubuk sangat diminati ; pedagang-pedagang dari Nusantara dan Internasional melakukan perdagangan perikanan, warga Bagansiapi-api berperan sebagai nelayan dan pedagang perantara maupun pedagang ekspor ; karena keterlibatannya dalam perdagangan dunia itu berarti pedagang-pedagang warga Bagan dengan sendirinya ikut berperan dalam perdagangan Nusantara dan Internasional.
PEDANGKALAN PELABUHAN DAN BERAKHIRNYA KEJAYAAN PELABUHAN BAGANSIAPI-API DARI PETA DUNIA
Setelah berjalan waktu, secara pelan-pelan Kota Nelayan dan Pelabuhan Perikanan terbesar kedua di dunia ini mulai mundur dan redup kejayaannya sebagai Kota Industri Perikanan Internasional. Pelabuhannya perlahan-lahan tapi pasti semakin dangkal ; kapal-kapal laut, kapal tongkang maupun kapal pantai kecil yang di masa kecil Penulis ramai berlayar dan berlabuh di Pelabuhan sulit merapat atau berlabuh, harus menunggu air pasang baru bisa menurunkan muatan atau mengambil muatan ; Setelah tahun 1977 Penulis tinggalkan Kota Pelabuhan tersebut sudah terlihat kapal pantai semakin sulit dan tidak dapat merapat ke Pelabuhan Bagansiapi-api. Kapal-kapal tersebut harus menunggu di luar Pelabuhan dan tidak bisa memasukkan muatan atau mengambil muatan, yang hanya bisa dilakukan dengan perahu kecil sebagai sarana bongkar muat di luar Pelabuhan.
Sepanjang Pantai Timur Bagansiapi-api dan Sungai Rokan dan Siak secara alami telah membentang dataran rendah akibat endapan dari lumpur sungai ; dataran ini semakin hari semakin lebar, makin hari makin menyempit sungai hingga menciptakan dataran yang akhirnya menjadi Kota Pelabuhan Bagansiapi-api kita saksikan sekarang telah menjadi sebuah dataran daratan sepanjang bekas pantai dan sungai Bagansiapi-api maka pupuslah Ikon Sejarah Perikanan Dunia. Sejak itu perubahan demi perubahan terus mengalir di sungai Rokan dan Siak. Aktivitas warga yang berabad-abad cuma melaut kini menjadi lebih beragam menggerakkan denyut perekonomian kota dengan berdagang dan atau berbudidaya Burung Walet.
Peranan dan perhatian Pemerintah Daerah pada masa itu kurang terasa ada, kalaupun ada relatif terbatas ; Departemen Perikanan atau Perhubungan masing-masing kurang memberi kontribusi dan fasilitas untuk memulihkan perdangkalan Pelabuhan Bagansiapi-api. Fakta yang kita saksikan Pelabuhan Bagansiapi-api dibiarkan terlantar dan tenggelam serta hilang dari peta Pelabuhan Nelayan dan Perikanan terbesar kedua di dunia ; saat ini Pelabuhan Bagansiapi-api dibiarkan dangkal dan tambah lama menjadi dataran rendah yang perahu kecil pun sulit merapat. Kota Pelabuhan Bagansiapi-api yang terkenal dengan penghasil ikan terubuk dan setelah itu terkenal dengan Kota Belacan atau penghasil produksi terasi terbaik di Indonesia telah tinggal sebuah nama, bahkan produksi ikan asinnya juga semakin merosot, terjadi penurunan tingkat produksi ikan segar, ikan asin, belacan dan hasil laut lainnya merupakan refleksi bagaimana perubahan lingkungan alam seperti hutan bakau di sepanjang sungai mempercepat bertambah luasnya dataran karena akar-akarnya menahan lumpur, tertimbun dan menjadikan Pelabuhan Bagansiapi-api sebuah Pulau Baru ; Di samping itu juga terjadi perubahan lingkungan eksternal seperti kurangnya bimbingan dan perhatian instansi perikanan dan perhubungan memberi dampak negatif terhadap Pelabuhan Bagansiapi-api sebagai Kota Industri Perikanan Internasional kedua di dunia menjadi hancur tanpa bekas, tetapi mencatat sebuah nama besar dalam buku besar sejarah dunia.
PENGEKSPOR IKAN ASIN MENJADI PENGIMPOR IKAN ASIN
Hancurnya Pelabuhan Bagansiapi-api sebagai Kota nelayan dan Industri Perikanan terbesar di Indonesia dalam hal produksi ikan asin pun terjadi penurunan ; Disebabkan antara lain karena kekurangan garam, yang membawa akibat berton-ton ikan terpaksa dibuang kembali ke dalam laut karena membusuk, akibat tidak ada persediaan garam yang cukup. Semuanya ini semestinya tidak perlu terjadi jika Pemerintah Daerah maupun instansi perikanan dan perhubungan menfasilitasi dan mendorong masyarakat Bagansiapi-api. Situasi ini baik secara langsung maupun tidak langsung telah menyebabkan terjadi dan berkembangnya perdagangan ikan segar di tengah laut untuk dibawa ke Malaysia. Tidak ada upaya atau pemikiran menyediakan penggaraman sendiri. Air laut cukup asin didekat Bagansiapi-api, tetapi karena garam merupakan monopoli Negara menurut ketentuan warisan Kolonial, akibatnya Bagansiapi-api harus menunggu pengirim garam dari Kalianget – Madura pengiriman garam Kalianget ke Bagansiapi-api sering terlambat karena persediaan kapal pengangkutan kurang dan mengakibatkan produksi ikan asin menurun dan kadangkala terpaksa mengimport ikan asin dari Negara lain, dan sungai garam di tengah Kota dahulu tempat bongkar muat garam Kalianget pun sekarang ini menjadi dataran jalan raya akibat pedangkalan Pelabuhan Bagansiapi-api dan runtuhnya system Industri Perikanan Bagansiapi-api yang berjaya di dunia, dalam sekejap hilang dan musnah dari peta Industri Perikanan dunia.
PEMAIN PERIKANAN INTERNASIONAL MENJADI PEMAIN PERIKANAN LOKAL
Pelabuhan Bagansiapi-api dikenal sebagai Kota Nelayan dan Industri Perikanan telah menjadi runtuh tanpa bekas ; Pada masa itu kompetitor bidang Industri Perikanan di Bergen – Norwegia menjadi tambah maju, karena teknologi pengawetan ikan berkembang maju ; Pemerintah Norwegia memberi bimbingan, perhatian dan dorongan sepenuhnya dalam menggunakan teknologi paling modern guna meningkatkan kemakmuran nelayan Norwegia ; Alangkah malangnya nelayan Pelabuhan Bagansiapi-api sebagai Kota Nelayan dan Industri Perikanan telah berakhir masa kejayaannya. Generasi muda Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api hanya bisa menatap dan menyayangkan hilangnya kejayaan Pelabuhan Bagansiapi-api dan runtuhnya kemakmuran rakyat nelayan Bagansiapi-api bersamaan dengan hilangnya kejayaan Industri Perikanan bagansiapi-api. Kini Pelabuhan Bagansiapi-api dan Kotanya pun menjadi tidak berarti lagi secara ekonomi ; Para pembuat kebijakan di masa orde lama dan orde baru tidak sungguh-sungguh dan jujur mau melakukan modernisasi Pelabuhan Bagansiapi-api, tidak ada perbaikan infrastruktur walaupun dana dari devisa ekspor ikan laut Bagansiapi-api memadai ; Pemerintah tidak secara serius memperbaiki fasilitas pemasaran dan peningkatan produksi hasil laut atau perikanan ; Revitalisasi nelayan tidak terjadi ; Revitalisasi Industri Perikanan dalam skala kecil dan menengah pun tidak terpenuhi ;
Sekarang ini nelayan kecil Bagansiapi-api yang terpinggirkan akibat kalah bersaing dengan teknologi dan jebakan globalisasi terpaksa bertahan dengan menggunakan alat tangkap sederhana secara individual. Mereka terpaksa memakai perahu layar sederhana, wilayah tangkapnya pun dekat pantai dan motif produksinya pun sekedar memenuhi kebutuhan dasar minimum hidup sehari-hari. Tangkapan yang dipasarkan jumlahnya tidak besar. Ini telah menjadi tragedi yang bertentangan dengan citra nelayan Bagansiapi-api di masa lalu yang dikenal mampu merantau ke laut lepas di beberapa wilayah operasinya sampai kebeberapa Negara Asean hingga Australia untuk menangkap ikan. Sekarang volume tangkapan ikan dari pemain perikanan Internasional menjadi sekedar untuk konsumsi di tingkat Kabupaten atau Kecamatan saja.
HANCURNYA PEREKONOMIAN NELAYAN DAN KERUGIAN NEGARA
Namun demikian disebabkan Kota Bagansiapi-api dihuni oleh mayoritas Peranakan Indonesia Tionghoa dan oleh banyak orang Indonesia masih dianggap “asing” ; Disadari atau tidak, terlihat timbul rasa menyesal, bahwa Pelabuhan Bagansiapi-api telah berlangsung proses pemiskinan masyarakat secara perlahan, kemudian pemiskinan ini berlangsung dalam kurun waktu cukup lama, maka muncul zona krisis dan tertinggalnya Pelabuhan Bagansiapi-api tidak bisa dihindari yang telah membahayakan dan menghancurkan kelangsungan hidup nelayan ;
Dengan mundur dan tertinggalnya Bagansiapi-api sebagai Kota Pelabuhan dan Nelayan teramai di Selat Malaka dan terbesar di Indonesia serta terbesar kedua di dunia sebagai Kota Industri Perikanan Internasional Kedua setelah Belgia, membawa konsekwensi terhadap perekonomian tingkat Propinsi maupun tingkat Nasional saat ini musti menyediakan devisa untuk import ikan asin dari Bangkok atau Negara lainnya ; dan rakyat sebagai konsumen ikan asin harus membayar lebih mahal untuk ikan asinnya ;
Akibat lebih luas terjadi krisis ekonomi rakyat yang melanda nelayan Bagansiapi-api memberi pelajaran berharga bagi generasi muda bahwa Pemimpin Bangsa pada masa itu telah melupakan rakyat nelayan ketika pertumbuhan ekonomi perikanan mencapai tingkat prestasi Internasional dan menduduki tingkat kedua di dunia Industri Perikanan Internasional ; padahal posisi rakyat nelayan adalah tempat jiwa bangsa ini berada. Oleh sebab itu pengalaman ini menjadi pelajaran di masa depan untuk merevitalisasi strategi pembangunan kerakyatan khusus nelayan Bagansiapi-api.
PENUTUP
Kedangkalan sungai Rokan di gerus waktu, cuaca, dan factor alam lainnya menyebabkan Pelabuhan Bagansiapi-api sekarang ini sudah sangat parah dan jika ingin dilakukan penggalian atau pemulihan lagi sudah sulit diwujudkan, dibutuhkan dana anggaran triliunan untuk biaya rehabilitasi yang tidak mungkin ditanggung oleh Anggaran Negara lagi. Prestise dan kejayaan Negara kita dengan hadirnya Bagansiapi-api sebagai Kota Industri Perikanan Internasional Kedua telah dirugikan oleh fakta gagalnya transformasi industrial perikanan Indonesia. Kota Pelabuhan terbesar di Indonesia dan Kota Perikanan Kedua di dunia telah mengubur masa lalunya secepat mungkin sudah lenyap, hilang dan hapus dari peta Industri Perikanan Dunia Internasional sebagai akibat kegagalan transformasi industrial yang patut menjadi pelajaran berharga bagi generasi muda, Pemerintah Daerah dan Negara RI yang tercinta.
Dengan letak geografis Kabupaten Rohil yang berada di kawasan Pesisir, tepatnya di jalur pelayaran dan perdagangan internasional yang paling ramai dimasa silam telah menjadi sebuah legenda ; Pertumbuhan ekonomi pada hampir seluruh wilayah Kabupaten Rohil dan daerah-daerah lain di Propinsi Riau menjadi mundur. Saat ini Pemerintahan Rohil telah melakukan pembangunan pelabuhan baru dan merupakan bagian grand design pengembangan pelabuhan yang menghubungkan Rute Bagansiapi-api ke Malaka-Malaysia. Diharapkan pelbuhan baru ini dapat mendorong potensi Rohil dan memberi dampak positif kemajuan bagi masyarakat dan kota Bagansiapi-api.
Jakarta, 18 Januari 2011.
sumber : baganintheworld.com
0 komentar:
Posting Komentar